Kaligis : Bambang Widjojanto Masih Status Tersangka Abadi.
Jakarta, Postbanten.net
Tim kuasa hukum pasangan calon (Paslon) 02 pada Pilpres 2024, OC Kaligis menyatakan Bambang Widjojanto saat ini statusnya masih jadi tersangka abadi tapi dideponeering (dikesampingkan)
” Saya punya bukti atas tersangka Bambang tersebut, ” kata OC Kaligis di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) kepada wartawan dalam rehat sidang sengketa Pilres 2024, Kamis (4/4/2024).
Kaligis mengatakan Bambang ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana sumpah palsu dan keterangan palsu sidang sengketa Pilkada Kota Waringin Barat, Kalimantan Tengah tahun 2010.
Menurut Kaligis bahwa Bambang dianggap melanggar pasal 242 ayat (1) KUHP junto pasal 55 ayat (1) ke-1 dan ke-2 KUHP junto pasal 56 KUHP.
Namun atas kasus tersebut maka Bambang diberhentikan sebagai Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena berkas perkara Bambang sudah lengkap dinyatakan P-21 oleh kejaksaan dan siap dilimpahkan ke pengadilan, tapi sampai saat ini berkasnya berada di Kejaksaan Agung.
Namun ketika Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, maka Bambang Widjojanto diangkat sebagai Ketua Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP).
Dalam sidang sengketa Pilpres 2024 itu, Bambang bersama Rafly Harun termasuk dalam tim hukum Paslon 01 pasangan Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar.
Kaligis menambahkan deponeering kasus Bambang dilakukan oleh Kejaksaan Agung tidak melalui proses konsultasi dengan DPR, Mahkamah Agung dan Kapolri.
Maka deponeering yang dilakukan Kejaksaan Agung dalam perkara Bambang tidak sesuai dengan Putusan MK No. 29/PUU-XIV/2016 yang memutuskan mengenyampingkan perkara untuk kepentingan umum.
Sedangkan dalam sidang sengketa Pilpres 2024 dengan agenda menghadirkan saksi dan ahli dari Paslon 02 yakni Prof Eddy OS Hiariej, mantan Wamenkum HAM, maka Bambang menyatakan keluar dari sidang.
Ketika sidang menghadirkan ahli Prof Andi Muhammad Asrun, Kaligis bertanya apakah MK dapat mengambil alih kewenangan Bawaslu RI dalam melakukan penyelesaian sengketa proses Pemilu dengan pertimbangan karena Bawaslu tidak menjalankan kewenangannya dengan baik.
Atas pertanyaan Kaligis itu, maka Asrun mengatakan pemilu dan pilkada mengacu pada dua aturan yang berbeda yakni UU No 7 tahun 2017 untuk Pemilu dan Perppu No 1 tahun 2014 berikut perubahannya untuk Pemilukada.
” Dengan diundangkannya UU No.7 tahun 2017 tentang Pemilu itu maka norma-norma yang terbentuk pada putusan sebagaimana dikutip tidak berlaku lagi, ” kata Asrun.
Demikian pula penjelasan Asrun bahwa adanya perbedaan rezim antara pemilu dan pemilukada.
Untuk itu, kata dia, akan ada kekosongan kekuasaan dan kekacauan tata negara jika dilakukan pemungutan suara ulang calon presiden dan wakil presiden 2024.
(namraw aytida)