IFRAME SYNC

Akademisi : Ujaran Kebencian Beredar Usai Pencoblosan Pilpres 2024.


Jakarta, Postbanten.net.

Akademisi Universitas Negeri Manado (UNM), Sulawesi Utara, Prof Dr Otto Cornelis (OC) Kaligis SH MH menyatakan saat ini ujaran kebencian beredar usai pencoblosan 14 Februari pada Pilpres 2024.

OC Kaligis di Jakarta, Minggu (3/3/2024) mengatakan sekitar 200 juta rakyat yang ikut Pilpres pasangan 02 keluar sebagai pemenang, dipilih lebih dari 58 persen, maka bermunculan adanya ujaran kebencian itu.

“Bila hasil Pilpres dimenangkan oleh partai lain bukan pasangan 02, maka hasil hitung cepat (quick count) sama sekali tidak dikritisi malahan dibenarkan, ” katanya.

Pilpres 2024 diikuti tiga pasang calon yakni nomor urut 01 Anies Rasyid Baswedan berpasangan dengan Muhaimin Iskandar, 02 Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka dan 03 Ganjar Pranowo berpasangan Mahfud MD.

Dia mempertanyakan bahwa tuduhan segelintir manusia yang mungkin jumlahnya hanya 100 orang dibandingkan dengan jumlah 110 juta pemilih Prabowo – Gibran, apakah masuk akal bila yang 110 juta digolongkan sebagai pemilih curang.

Menurut dia, sasaran tembak adalah Presiden Joko Widodo (Jokowi), padahal bisa saja yang membuat fitnah setiap hari melewati jalan tol, keluarganya di desa menikmati bendungan yang dibangun Jokowi, masyarakat pulau terluar menikmati transportasi laut dan udara serta jembatan penghubung.

“Pokonya mereka sengaja buta terhadap hasil pembangunan yang dibuat Jokowi untuk kepentingan rakyat,” katanya.

Bukan saja mereka menghasut dan fitnah termasuk langkah Jokowi menganugerahi pangkat Jenderal kepada Prabowo, tindakan itu sebagai bahan hasutan termasuk bantuan sosial untuk rakyat kecil yang kesulitan beras.

Demikian pula soal film dokumenter Dirty Vote dideklarasikan sebagai film sejarah mengenai Pilpres yang paling curang sepanjang sejarah di Indonesia dewasa ini.

Dia menambahkan benar pernyataan Prof Mahfud MD dalam proses Pilpres pasti pasangan kalah mencap bahwa pasangan menang melakukan kecurangan.

Kaligis mengatakan dirinya menyaksikan proses di Mahkamah Konstitusi (MK) Pilpres 2019 ketika Prabowo kalah melawan Jokowi, bahwa pengacara Prabowo, Bambang Widjojanto saat itu membawa bukti tujuh kontainer.

Tapi apa yang terjadi, kata Kaligis, tidak satu kontainer pun yang dapat membuktikan Pilpres curang sehingga pengacara Bambang Widjojanto mewakili Prabowo yang berpasangan dengan Sandiaga Uno saat itu kalah.

Walaupun mereka tahu untuk menganulir putusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) hanya melalui MK tapi mereka masih bermanuver melalui hak angket di DPR.

Segala cara dilakukan, termasuk kampanye hitam, mengerakkan sekelompok LSM untuk melakukan peradilan jalanan, demo di depan istana untuk menggagalkan hasil kemenangan pasangan 02.

Bahkan kapan selaku penganut paham demokrasi para petinggi sadar bahwa kalah dan menang dalam Pilpres adalah bukti adanya demokrasi di Indonesia.

** (namraw aytida)

Berita Terkait

Top
.