Hutan Jati Sampulawa Sultra diduga dijual oleh pihak mafia tanah.
Kendari, postbanten.net
Upeti IPK Hutan Jati Sampulawa Kembali Disoal, P2KM Sultra Minta APH Periksa Eks Pj Bupati Busel dan Eks Anggota DPRD Baubau, sabtu (24/08).
Hutan Jati Sampulawa Sultra diduga dijual oleh pihak mafia tanah.
Kasus IPK Hutan Jati di Sampolawa yang hilang bak ditelan bumi kembali disoal oleh Pemuda Pelopor Kaum Marhaenis (P2KM) Sulawesi Tenggara (Sultra).
Menurut P2KM, ada pertanyaan besar yang muncul di tengah-tengah masyarakat hingga saat ini.
Sebab kasus ini yang dulunya telah ditetapkan tersangka oknum berinisial “RJR” dinyatakan bebas oleh Pengadilan Negeri (PN) Kendari.
Sementara telah nyata dan dibuktikan dengan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Kendari bahwa IPK yang dikeluarkan oleh Eks.
PJ Bupati Buton Selatan tersebut tidak sah sehingga berakibat pada kebijakan yang cacat hukum.
Dari penelurusan LPPKM Sultra, inilah kronologis perjalanan IPK Hutan Jati Sampolawa:
Dugaan suap penerbitan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buton Selatan (Busel) kepada PT.Setya Jaya Abadi senilai Rp 5,2 miliar.
Polda Sultra mencium aroma suap dibalik penerbitan IPK PT. Setya Jaya Abadi. Dugaan suap ini mulai masuk tahap penyidikan sejak 20 Maret 2018 berdasarkan Surat Perintah Penyidikan nomor SP.Sidik/9.a/III/2018/Dit.Reskrimsus dengan nomor laporan polisi LP/154/III/2018/Sultra/SPKT Polda Sultra tanggal 19 Maret 2018.
Sejumlah saksi telah dipanggil dan dimintai keterangannya oleh penyidik Polda Sultra. Polemik jati Sampolawa berawal sejak diturunkannya status kawasan hutan lindung atas rekomendasi Gubernur Sultra saat itu.
Nur Alam menjadi Area Peruntukan Lain (APL) tahun 2011 lalu ke Kementerian Kehutanan dengan menerbitkan SK Nomor 456 tahun 2011 dari kawasan hutan konservasi menjadi APL.
Polemik berlanjut, aksi pencurian kian marak. Satu per satu jati tumbang, penegakan hukumnya pun tak bertaring.
Pada tahun 2015 pasca Busel mekar dari Kabupaten Buton, melalui Pj Bupati pertama La Ode Mustari menerbitkan surat perintah kerja (SPK) nomor 522.21/1507 kepada PT Setya Jaya Abadi tertanggal 10 April 2015.
Dasar surat itu atas rekomendasi Dinas Kehutanan Busel nomor 522.2/65 tanggal 9 April 2015 perihal pertimbangan teknis terhadap permohonan Try Suyono selaku Direktur PT Setya Jaya Abadi nomor 01/SJA/II/2015 tanggal 28 Februari 2015.
Tanggal 20 Juni 2015 Keputusan Kepala Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Kehutanan Busel nomor 110 tahun 2015 tentang pemberian izin pemanfaatan kayu (IPK) kepada PT Satya Jaya Abadi yang ditandatangani atas nama Bupati Busel La Ode Hajarudin.
Setelah kewenangan kehutanan diambil alih Pemprov, IPK kemudian diperpanjang hingga Juni 2017.
Terbitnya IPK PT. Setya Jaya Abadi oleh Pemkab Busel sempat berpolemik di meja hijau. Hingga berbuntut pada makelar kasus jati.
Terungkap ada dana yang dikeluarkan PT Setya Jaya Abadi sebesar Rp 5,2 Miliar.
Dana itu diserahkan PT. Setya Jaya Abadi kepada pihak ketiga, dalam hal ini RJR (Inisial) sebagai down payment atas perjanjian kerja IPK dengan volume lebih kurang 15 ribu meter kubik.
Kesepakatan itu tertuang dalam akte Perjanjian notaris Hamid Prioegi SH dengan nomor 82 tertanggal 20 April 2015.
Lalu terjadi koreksi atas mekanisme pembayaran dana Rp 5,2 miliar dengan perjanjian nomor 116.
Dana tersebut dicairkan secara bertahap. Tahap pertama Rp 1,2 miliar dibayar tunai, sesaat setelah penandatangan perjanjian nomor 82.
Tahap kedua sebesar Rp 1,5 miliar setelah penandatanganan perjanjian nomor 116.
Tahap ke-tiga Rp 1,3 miliar diserahkan pada 29 April 2015 dan terakhir Rp 1,2 miliar sesaat setelah ditandatangani dan diserahkannya IPK ke-2.
Dana Rp 5,2 miliar inilah yang pada dikejar Polda Sultra karena diduga mengalir dan ikut dinikmati para birokrat sebagai ‘upeti’ keluarnya IPK PT. Setya Jaya Abadi.
Iman L, Ketua P2KM Sultra menjelaskan bahwa dari perjalanan tersebut Poda Sultra telah menetapkan Saudara RJR sebagai tersangka namun kemudian dibebaskan.
Sehingga kami melaporkan kembali kasus yang seharusnya mendapat atensi serius dari aparat penegak hukum ini.
“Seharusnya oknum-oknum yang terlibat ini diproses hukum sesuai dengan aturan yang berlaku, apalagi ini menyangkut kejahatan lingkungan yang harus diperangi bersama-sama.
Juga dikuatkan oleh fakta-fakta yang ada dilapangan yang menunjukan secara nyata Bahwa Eks Pj. Bupati Buton Selatan terlibat aktif dalam memuluskan upaya kejahatan tersebut,” ungkap Iman L. Jumat (23/8/2024).
Seharusnya kata Iman, negara harus tegas dalam memproses kasus ini hingga menemukan aktor utamanya karena telah menetapkan RJR yang pernah ditetapkan tersangka dan ditahan sebagai wujub dari pegembangan kasus.
“Hutan Jati Sampolawa pun lenyap tak tersisa, namun tak ada satupun aktor utama yang diproses hukum.
Seharusnya negara tegas dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan kejahatan lingkungan tersebut, ini kan menyangkut marwah dan integritas APH dalam kasus ini yang harus dipertanyakan.
Jangan sampai mereka juga telah ikut bermain dalam memuluskan dan mengamankan jalannya kasus ini agar tidak diproses,” tambah Ketua P2KM.
P2KM Sultra melalui Iman juga secara tegas mengatakan mengultimatum Polda Sultra dan Kejati Sultra agar sesegera mungkin memproses aduan dari P2KM Sultra yang telah dilayangkan pada tanggal (20/8/2024) untuk mencari aktor-aktor dalam kasus ini.
“Dari hal ini kami meminta dan mengultimatum secara tegas kepada Polda Sultra dan Kejati Sultra atas laporan pengaduan yang kami masukan (20/08/2024).
Untuk segera memeriksa dan menetapkan LM, Eks Pj. Bupati Busel dan RJR, Eks Anggota DPRD Baubau sebagai tersangka dalam dugaan suap dan kejahatan lingkungan pada IPK Hutan Jati Sampolawa tersebut.
Kami mengingikan APH bekerja profesional dan tak tergiur dengan hal-hal yang transaksional yang bisa meruntuhkan marwah mereka,” tutup Iman.
(As / potban)